Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Poempida Hidayatulloh menilai aksi mogok para dokter masuk akal.
"Dalam konteks mogok seperti yang akan dilakukan para dokter, itu memang tidak ada larangannya. Yang jelas, gawat darurat tetap dilayani," ujar dia di Jakarta, Selasa.
Ia menilai gerakan solidaritas dokter adalah upaya membuat para penegak hukum memperhatikan proses peninjauan kembali kasus ini.
Menurut Poempida, dalam kasus dr. Ayu, upaya yang harus diambil dokter adalah membantu proses peninjauan kembali secara hukum. "Karena ini satu-satunya yang dapat membebaskan dr. Ayu," terangnya.
Lebih lanjut Poempida mengatakan, apa yang terjadi pada dr. Ayu memang dapat memberikan preseden sangat buruk untuk profesi dokter.
Ia mengatakan situasi hukum yang menimpa dr. Ayu ini bisa menjadi yurisprudensi yang akan membuat profesi dokter terjebak dalam dilema.
"Dari sudut pandang hukum, sebenarnya kasus ini tidak perlu masuk tahap kasasi karena yang bersangkutan bebas murni pada tahap pengadilan tinggi," ujarnya. "Yang bersangkutan pun cukup bertanggungjawab dengan menyantuni keluarga korban untuk waktu yang cukup lama."
Ia khawatir bila nanti dokter tidak mau mengambil risiko dengan hanya mau menangani pasien yang berpotensi pulih atau sehat kembali saja, padahal dalam keadaan darurat dokter harus mengambil risiko.
Akibatnya, pasiennya kemudian tewas tidak tertolong. Bila ini terjadi,maka dokter dipastikan akan mendapat masalah hukum dan berpotensi terpidana.
Poempida mengecam putusan Mahkamah Agung yang memvonis dr. Ayu. Ia menilai kasus dr. Ayu ini sebenarnya sudah diputuskan bebas murni oleh Pengadilan Tinggi setempat.
"Jadi tidak ada alasan bagi MA untuk menjatuhkan hukuman kepada dr. Ayu. Saya sangat sayangkan putusan MA," tegasnya.
Dalam waktu dekat, Komisi IX berencana melakukan kunjungan kerja untuk menanyakan lebih lanjut ke keluarga pasien dan dokter yang menangani, terang dia.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Jafar M Sidik
"Dalam konteks mogok seperti yang akan dilakukan para dokter, itu memang tidak ada larangannya. Yang jelas, gawat darurat tetap dilayani," ujar dia di Jakarta, Selasa.
Ia menilai gerakan solidaritas dokter adalah upaya membuat para penegak hukum memperhatikan proses peninjauan kembali kasus ini.
Menurut Poempida, dalam kasus dr. Ayu, upaya yang harus diambil dokter adalah membantu proses peninjauan kembali secara hukum. "Karena ini satu-satunya yang dapat membebaskan dr. Ayu," terangnya.
Lebih lanjut Poempida mengatakan, apa yang terjadi pada dr. Ayu memang dapat memberikan preseden sangat buruk untuk profesi dokter.
Ia mengatakan situasi hukum yang menimpa dr. Ayu ini bisa menjadi yurisprudensi yang akan membuat profesi dokter terjebak dalam dilema.
"Dari sudut pandang hukum, sebenarnya kasus ini tidak perlu masuk tahap kasasi karena yang bersangkutan bebas murni pada tahap pengadilan tinggi," ujarnya. "Yang bersangkutan pun cukup bertanggungjawab dengan menyantuni keluarga korban untuk waktu yang cukup lama."
Ia khawatir bila nanti dokter tidak mau mengambil risiko dengan hanya mau menangani pasien yang berpotensi pulih atau sehat kembali saja, padahal dalam keadaan darurat dokter harus mengambil risiko.
Akibatnya, pasiennya kemudian tewas tidak tertolong. Bila ini terjadi,maka dokter dipastikan akan mendapat masalah hukum dan berpotensi terpidana.
Poempida mengecam putusan Mahkamah Agung yang memvonis dr. Ayu. Ia menilai kasus dr. Ayu ini sebenarnya sudah diputuskan bebas murni oleh Pengadilan Tinggi setempat.
"Jadi tidak ada alasan bagi MA untuk menjatuhkan hukuman kepada dr. Ayu. Saya sangat sayangkan putusan MA," tegasnya.
Dalam waktu dekat, Komisi IX berencana melakukan kunjungan kerja untuk menanyakan lebih lanjut ke keluarga pasien dan dokter yang menangani, terang dia.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © 2013