"Saya perkirakan pertumbuhan ekonomi tahun depan membaik dan bukan enam persen plus seperti 2011. Akan tetapi, ini tak bisa dihindari bila kita ingin menyeimbangkan antara stabilitas dan pertumbuhan ekonomi," kata Boediono saat menjadi pembicara di hadapan sejumlah wartawan dan diplomat asing yang tergabung "Jakarta Foreign Correspondence Club" di Jakarta, Senin.

Wapres juga memperkirakan pelemahan rupiah yang terjadi sepanjang 2013 pun diperkirakan stabil pada tahun 2014 di angka yang lebih pas dengan situasi moneter baru yang akan lebih ketat, bukan lagi era "easy money" seperti pada masa lalu.

Dikatakan Boediono, inflasi sampai akhir 2013 diperkirakan mencapai angka delapan persen dan angka tersebut di luar angka rata-rata nasional beberapa tahun ke belakang yang hanya berada empat hingga lima persen per tahunnya. 

"Ada beberapa faktor yang menjadi latar belakang angka delapan persen ini, antara lain kenaikan harga bahan bakar minyak dan kenaikan harga bahan pangan nonberas," tambah Wapres.

Wapres Boediono juga meyakini bahwa nilai investasi dan konsumsi pada tahun 2014 diperkirakan masih akan tinggi, ditambah dengan aktivitas seputar pemilihan umum yang berkontribusi positif pada pertumbuhan.

Impor minyak, tambahnya, juga akan berkurang mengingat rencana penggantian BBM dari solar menjadi biodiesel yang berbahan dasar minyak sawit yang diperkirakan akan mengurangi impor minyak.

Mengenai fokus pertumbuhan ekonomi dan stabilitas, Wapres berpendapat bahwa Indonesia tetap tercatat sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang baik di mata dunia mengingat pertumbuhan rata-rata enam persen per tahun sebelum krisis, sempat jatuh ke empat persen kala krisis 2008, kemudian kembali ke angka enam persen, atau melampaui pertumbuhan negara-negara lain kecuali Cina.

Diakui Boediono bahwa Indonesia mengalami defisit "current account" yang terjadi sejak kuartal keempat 2011 hingga saat ini. 

"Ini disebabkkan oleh nilai ekspor yang berkurang akibat jatuhnya harga komoditas di pasar internasional. Selain itu, impor juga tetap tinggi terutama bahan bakar minyak (BBM) subsidi untuk keperluan dalam negeri. Sepanjang 2012 pertumbuhan juga masih ditopang oleh investasi dan konsumsi yang tinggi meski terjadi pelemahan ekspor," kata Wapres.

Nilai ekspor yang melorot pada tahun 2013 masih menjadi sebab mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah. 

Namun, banyak hal positif yang membangkitkan semangat untuk 2014 hingga Wapres meyakini angka enam persen adalah angka yang rasional bagi Indonesia, di tengah belum pulihnya perlambatan ekonomi dunia. (A025/D007)