Surabaya (Antara) - Agamawan dan tokoh NU KH A Hasyim Muzadi mendesak pemerintah untuk mencabut Perpres 105/2013 dan 106/2013 yang memberikan fasilitas berobat gratis kepada pejabat negara hingga ke luar negeri.
"Memberikan fasilitas keuangan negara kepada pejabat negara secara berlebihan di tengah kemiskinan ekonomi rakyat serta derita karena bencana alam adalah sebuah kedzaliman," katanya dalam pesan elektronik yang diterima Antara, Minggu.
Menurut pengasuh pesantren yang juga Rais Syuriah PBNU itu, Perpres 105 dan 106 itu menyakiti nurani rakyat yang pada umumnya masih menderita dan dapat menjadi pemicu perlawanan rakyat.
"Para penyelenggara negara dan pejabat publik yang masih punya rasa tanggung jawab kepada rakyat hendaknya ada yang menolak fasilitas berlebihan tersebut, sekalipun jumlah pejabat seperti itu pasti sangat minoritas," katanya.
Baginya, seandainya pejabat negara meninggal dunia karena sakit, maka biarlah sang pejabat itu meninggal di Tanah Air bersama rakyat yang mengantarkannya menjadi pejabat.
"Perlu diingat pula, saat ini menjelang Pileg (Pemilu Legislatif) dan Pilpres (Pemilihan Presiden), maka Perpres 105/106 akan menambah rasa kejengkelan rakyat kepada penyelenggara negara," katanya.
Oleh karena itu, mantan Ketua Umum PBNU yang dikenal dekat dengan tokoh lintas agama itu menyarankan kepada pemerintah agar mencabut Perpres 105/106 demi keselamatan bersama.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Paripurna kepada Menteri dan Pejabat Tertentu. Juga, Perpres Nomor 106 Tahun 2013 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Pimpinan Lembaga Negara.
Dalam laman Sekretaris Kabinet, kedua produk aturan itu dikeluarkan Presiden terkait mulai dilaksanakannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mulai 1 Januari 2014.
Dengan Perpres itu, para menteri, pejabat eselon I, dan pimpinan lembaga negara dimudahkan untuk berobat ke luar negeri. Seluruh biaya itu nantinya akan ditanggung oleh negara, baik APBN maupun APBD.
Presiden mempertimbangkan risiko dan beban tugas menteri dan pejabat tertentu, serta ketua, wakil ketua dan anggota lembaga negara sehingga pemerintah memutuskan membuat perlindungan kesehatan khusus bagi pejabat negara.
Pemerintah membantah memberikan keistimewaan khusus kepada para pejabat. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, para pejabat negara itu tetap membayar iuran asuransi kesehatan yang dipotong dari gaji mereka.
"Jangan salah, itu dipotong dari gajinya. Hanya rakyat miskin yang dibayar dari negara. Yang lain itu kita bayar kan, pekerja juga sebagian dari gajinya, sebagian dari perusahaan," kata Hatta.
Menteri Keuangan Chatib Basri menambahkan bahwa tunjangan kesehatan bagi pejabat sudah ada sejak dulu. Sebelumnya, tunjangan ini dikelola oleh Jasindo, namun tahun depan akan masuk dalam BPJS.
"Memberikan fasilitas keuangan negara kepada pejabat negara secara berlebihan di tengah kemiskinan ekonomi rakyat serta derita karena bencana alam adalah sebuah kedzaliman," katanya dalam pesan elektronik yang diterima Antara, Minggu.
Menurut pengasuh pesantren yang juga Rais Syuriah PBNU itu, Perpres 105 dan 106 itu menyakiti nurani rakyat yang pada umumnya masih menderita dan dapat menjadi pemicu perlawanan rakyat.
"Para penyelenggara negara dan pejabat publik yang masih punya rasa tanggung jawab kepada rakyat hendaknya ada yang menolak fasilitas berlebihan tersebut, sekalipun jumlah pejabat seperti itu pasti sangat minoritas," katanya.
Baginya, seandainya pejabat negara meninggal dunia karena sakit, maka biarlah sang pejabat itu meninggal di Tanah Air bersama rakyat yang mengantarkannya menjadi pejabat.
"Perlu diingat pula, saat ini menjelang Pileg (Pemilu Legislatif) dan Pilpres (Pemilihan Presiden), maka Perpres 105/106 akan menambah rasa kejengkelan rakyat kepada penyelenggara negara," katanya.
Oleh karena itu, mantan Ketua Umum PBNU yang dikenal dekat dengan tokoh lintas agama itu menyarankan kepada pemerintah agar mencabut Perpres 105/106 demi keselamatan bersama.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Paripurna kepada Menteri dan Pejabat Tertentu. Juga, Perpres Nomor 106 Tahun 2013 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Pimpinan Lembaga Negara.
Dalam laman Sekretaris Kabinet, kedua produk aturan itu dikeluarkan Presiden terkait mulai dilaksanakannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mulai 1 Januari 2014.
Dengan Perpres itu, para menteri, pejabat eselon I, dan pimpinan lembaga negara dimudahkan untuk berobat ke luar negeri. Seluruh biaya itu nantinya akan ditanggung oleh negara, baik APBN maupun APBD.
Presiden mempertimbangkan risiko dan beban tugas menteri dan pejabat tertentu, serta ketua, wakil ketua dan anggota lembaga negara sehingga pemerintah memutuskan membuat perlindungan kesehatan khusus bagi pejabat negara.
Pemerintah membantah memberikan keistimewaan khusus kepada para pejabat. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, para pejabat negara itu tetap membayar iuran asuransi kesehatan yang dipotong dari gaji mereka.
"Jangan salah, itu dipotong dari gajinya. Hanya rakyat miskin yang dibayar dari negara. Yang lain itu kita bayar kan, pekerja juga sebagian dari gajinya, sebagian dari perusahaan," kata Hatta.
Menteri Keuangan Chatib Basri menambahkan bahwa tunjangan kesehatan bagi pejabat sudah ada sejak dulu. Sebelumnya, tunjangan ini dikelola oleh Jasindo, namun tahun depan akan masuk dalam BPJS.
Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Fitri Supratiwi
COPYRIGHT © 2013