Siti Zuhro (FOTO ANTARA) |
"Setiap menjelang pemilu pasti ada banyak pengajuan pemekaran daerah yang dijadikan sebagai komoditas politik untuk pemilu, dan hal itu sudah terjadi berulang kali. Pemekaran daerah itu seringkali dijadikan komoditas politik yang semua kepentingannya berumur pendek," kata Siti di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, penggunaan pemekaran daerah sebagai "alat" pendekatan politik para politisi kepada masyarakat sudah sering terjadi dari pemilu ke pemilu.
"Ini kan kejadian yang copy paste dari pemilu ke pemilu. Jadi, hal ini akibat kebebalan dari para elite dan politisi kita. Jadi, mereka tidak benar-benar bertujuan melakukan pemekaran daerah dengan alasan yang memang mengikuti kriteria yang ideal," ujarnya.
Siti menilai hal itu sebagai perilaku kebijakan dari pola tingkah negatif para elite dan politisi yang dilakukan tanpa mempertimbangkan nasib daerah yang dimekarkan.
"Ternyata dalam melakukan pemekaran daerah itu mereka kan tidak mengikuti kriteria yang benar. Hanya sekadar punya amunisi politik untuk pemilu," katanya.
"Mereka hanya menyampaikan pada masyarakat bahwa mereka akan merepresentasikan masyarakat dengan cara pemekaran. Mereka bilang saya mekarkan daerah ini kalau anda memenangkan saya," ungkapnya.
Siti menilai tindakan tersebut sebagai suatu hal yang blunder karena tidak ada program yang jelas dalam upaya pemekaran suatu daerah.
Selain itu, kata dia, hal tersebut juga dipandang sebagai "barter" yang ke depannya cenderung merugikan masyarakat.
Ia menyebutkan berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri, beberapa daerah yang dimekarkan justru mengalami masalah.
Oleh karena itu, menurut dia, di masa depan justru diperlukan semangat untuk penggabungan otonomi daerah, khususnya untuk wilayah kabupaten.
"Ke depannya, menurut saya, yang harus digalakan adalah semangat penggabungan, bukan pemekaran, terutama untuk kabupaten. Karena yang banyak dimekarkan itu adalah wilayah kabupaten," jelasnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani