Banda Aceh, 9/12 (Antara) - Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengatakan penyelenggaraan kepariwisataan di Aceh harus mampu mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha.
"Selain itu harapannya agar penyelenggaraan kepariwisataan Aceh harus juga mampu mendorong pembangunan dan meningkatkan pendapatan Aceh serta menumbuhkan rasa cinta tanah air, melestarikan sejarah dan budaya daerah," katanya di Banda Aceh, Senin.
Hal tersebut disampaikan pada sidang paripurna V DPRA tentang rancangan Qanun (Perda) yang juga membahas rancangan Qanun tentang Kepariwisataan di provinsi berpenduduk sekitar lima juta jiwa itu.
Oleh karenanya, gubernur dalam sambutan tertulis yang dibacakan Sekda Aceh Dermawan, mengatakan diperlukan sebuah aturan hukum yang mengatur tentang kepariwisataan di provinsi ujung paling barat Indonesia tersebut.
"Harapan lain dengan lahirnya Qanun Aceh tentang Kepariwisataan, maka pelaksanaan kegiatan-kegiatan kepariwisataan di Aceh senantiasa memperhatikan azas-azas yang berlaku dan mengedepankan kepentingan umum untuk meningkatkan perekonomian rakyat dan melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya," katanya menjelaskan.
Selain itu, gubernur Zaini Abdullah juga menjelaskan dalam menjalankan kegiatan usaha pariwisata harus menjunjung tinggi norma-norma Islami yang berlaku dalam masyarakat Aceh sehingga unsur-unsur Syariat Islam tetap di hormati.
Ia juga menyebutkan, adapun pertimbangan Pemerintah Aceh membuat rancangan Qanun itu dilatarbelakangi bahwa kekayaan alam, budaya, sejarah dan minat khusus yang dimiliki Aceh merupakan anugerah Allah SWT yang mempunyai fungsi dan peranan penting bagi kehidupan masyarakat di wilayah ini.
"Rancangan Qanun itu pertama kami sampaikan kepada DPRA pada 17 Oktober 2012, selanjutnya 17 April 2013 kami sampaikan kembali. Rancangan Qanun Kepariwisataan ini, terdiri dari 13 bab dan 80 pasal, serta penjelasan," katanya menambahkan.
Gubernur meyakini bahwa Komisi G DPRA yang membidangi kepariwisataan telah membahas secara mendalam dengan jajaran eksekutif atau Tim Asistensi Pemerintah Aceh yang diharapkan adanya kesempurnaan dari materi aturan hukum tersebut. (Azhari)