Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menilai defisit neraca transaksi berjalan yang membesar harus dicegah dan dapat diatasi dengan baik oleh BI bersama pemerintah demi menjaga stabilitas sistem keuangan di Tanah Air.
"Kita melihat yang paling utama adalah mesti menjaga stabilitas sistem keuangan. Itu juga mesti kita lihat dan yakinkan bahwa current account defisit ini bisa di-address dengan baik, jadi kalau sekarang biasanya orang tidak bisa mengapresiasi stabilitas sistem keuangan, tetapi memang ini harus dicegah," ujar Agus saat ditemui di Kompleks Perkantoran BI, Jakarta, Jumat.
Agus menegaskan bahwa arah kebijakan Bank Indonesia ke depan, termasuk di periode transisi politik tahun 2014, pihaknya akan konsisten menjaga stabilitas perekonomian dan sistem keuangan. Stabilitas tetap perlu dikedepankan agar struktur ekonomi menjadi lebih seimbang dan sehat, sehingga menjadi fondasi kuat bagi transformasi ekonomi ke depan.
"Keseimbangan ekonomi yang kami maksudkan ialah pertumbuhan ekonomi yang ditopang postur neraca transaksi berjalan yang sustainable," kata Agus.
Pada satu sisi, lanjutnya, sustainable dapat diartikan bahwa struktur ekspor perlu bernilai tambah tinggi dan industri mampu memproduksi barang antara dan jasa, yang selama ini diimpor. Pada sisi lain, pembiayaan neraca transaksi berjalan harus berasal dari sumber yang lebih permanen yakni FDI, yang mendorong bertumbuh kembangnya sektor industri yang maju dan berdaya saing global
"Dengan kompleksitas tantangan yang dihadapi, arah kebijakan BI diukur dari dimensi tujuan dan waktu. Terkait dimensi tujuan, BI tidak semata berkomitmen mengelola agar inflasi tetap berada di kisaran targetnya, tetapi lebih luas dari itu juga yaitu diarahkan untuk mengendalikan neraca transaksi berjalan ke arah yang sustainable, serta tetap menjaga stabilitas sistem keuangan," ujar Agus.
Agus menambahkan, upaya mencapai inflasi yang rendah tidak bisa ditawar lagi karena menjadi pra-syarat bagi keberlangsungan ekonomi. Namun demikian, perjalanan krisis Asia dan dunia yang menunjukkan inflasi yang rendah belum cukup untuk mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi.
"Perjalanan ekonomi kita pasca krisis Asia 97/98 menunjukkan inflasi yang rendah tetap perlu diwaspadai karena dapat berupa inflasi yang tertunda dan dibarengi peningkatan defisit neraca transaksi berjalan. Fenomena inflasi tertunda karena risiko kenaikan inflasi sementara waktu diserap berbagai subsidi Pemerintah, seperti subsidi BBM dan subsidi energi," kata Agus.
Defisit transaksi berjalan pada triwulan III-2013 sendiri menyusut menjadi 8,4 miliar dolar AS (3,8 persesn dari PDB) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 9,9 miliar dolar AS (4,4 persen dari PDB). (*)
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ruslan Burhani
"Kita melihat yang paling utama adalah mesti menjaga stabilitas sistem keuangan. Itu juga mesti kita lihat dan yakinkan bahwa current account defisit ini bisa di-address dengan baik, jadi kalau sekarang biasanya orang tidak bisa mengapresiasi stabilitas sistem keuangan, tetapi memang ini harus dicegah," ujar Agus saat ditemui di Kompleks Perkantoran BI, Jakarta, Jumat.
Agus menegaskan bahwa arah kebijakan Bank Indonesia ke depan, termasuk di periode transisi politik tahun 2014, pihaknya akan konsisten menjaga stabilitas perekonomian dan sistem keuangan. Stabilitas tetap perlu dikedepankan agar struktur ekonomi menjadi lebih seimbang dan sehat, sehingga menjadi fondasi kuat bagi transformasi ekonomi ke depan.
"Keseimbangan ekonomi yang kami maksudkan ialah pertumbuhan ekonomi yang ditopang postur neraca transaksi berjalan yang sustainable," kata Agus.
Pada satu sisi, lanjutnya, sustainable dapat diartikan bahwa struktur ekspor perlu bernilai tambah tinggi dan industri mampu memproduksi barang antara dan jasa, yang selama ini diimpor. Pada sisi lain, pembiayaan neraca transaksi berjalan harus berasal dari sumber yang lebih permanen yakni FDI, yang mendorong bertumbuh kembangnya sektor industri yang maju dan berdaya saing global
"Dengan kompleksitas tantangan yang dihadapi, arah kebijakan BI diukur dari dimensi tujuan dan waktu. Terkait dimensi tujuan, BI tidak semata berkomitmen mengelola agar inflasi tetap berada di kisaran targetnya, tetapi lebih luas dari itu juga yaitu diarahkan untuk mengendalikan neraca transaksi berjalan ke arah yang sustainable, serta tetap menjaga stabilitas sistem keuangan," ujar Agus.
Agus menambahkan, upaya mencapai inflasi yang rendah tidak bisa ditawar lagi karena menjadi pra-syarat bagi keberlangsungan ekonomi. Namun demikian, perjalanan krisis Asia dan dunia yang menunjukkan inflasi yang rendah belum cukup untuk mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi.
"Perjalanan ekonomi kita pasca krisis Asia 97/98 menunjukkan inflasi yang rendah tetap perlu diwaspadai karena dapat berupa inflasi yang tertunda dan dibarengi peningkatan defisit neraca transaksi berjalan. Fenomena inflasi tertunda karena risiko kenaikan inflasi sementara waktu diserap berbagai subsidi Pemerintah, seperti subsidi BBM dan subsidi energi," kata Agus.
Defisit transaksi berjalan pada triwulan III-2013 sendiri menyusut menjadi 8,4 miliar dolar AS (3,8 persesn dari PDB) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 9,9 miliar dolar AS (4,4 persen dari PDB). (*)
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © 2013